Home | News & Opinion | Market Data  
News & Opinions | Opinions

Friday, May 13, 2011 18:06 WIB

Bunga Acuan Tetap 6,75%, Sikap BI Soal Inflasi Melunak

Seto Wardono, Senior Economist PT Indo Premier Securities
 
Bank Indonesia kemarin (12/5) mempertahankan BI rate, bunga acuan untuk pinjaman overnight antar bank, di posisi 6,75%. Keputusan ini sejalan dengan ekspektasi kami dan para ekonom. Meski suku bunga tak berubah, pernyataan kebijakan yang dirilis bank sentral menunjukkan perubahan sikap dalam memandang inflasi dibanding pada bulan-bulan sebelumnya. Kali ini, BI tidak lagi memberi sinyal yang jelas bahwa kebijakan moneter di masa mendatang akan diperketat.
 
Pada Maret lalu, bank sentral menetapkan kembali BI rate di level 6,75%, namun menyatakan bahwa keputusan itu tidak mengubah arah kebijakan moneter yang cenderung ketat untuk mengendalikan inflasi. Secara eksplisit, juga ada pernyataan bahwa ruang untuk menyesuaikan bunga acuan masih terbuka. Dua pernyataan itu muncul kembali saat BI rate dipertahankan di level yang sama sebulan kemudian, namun kemarin tak muncul lagi. Manurut kami, hal itu sama saja dengan mengatakan bahwa kebijakan yang cenderung ketat mungkin tidak dibutuhkan untuk mengatasi tekanan inflasi ke depan. Dengan kata lain, sikap BI mengenai tekanan inflasi sudah melunak, walau tetap disebut bahwa risiko inflasi masih tinggi.
 
Lalu apakah perubahan sikap itu menjamin bahwa suku bunga tidak akan naik lagi? Dalam jangka pendek, jawabannya adalah ya. Faktanya, inflasi selama empat bulan pertama tahun ini masih sangat terkendali. Walau inflasi tahunan (YoY) masih di atas 6%, inflasi tahun kalender (YTD) hingga April lalu sebenarnya baru 0,39%. Secara historis, angka 0,39% terbilang sangat rendah, bahkan menjadi yang terendah kedua selama bulan April sejak 1967. Di tengah tekanan inflasi yang masih ringan, BI juga tampak tak mau terburu-buru untuk memperketat kebijakan moneternya, apalagi bila masih ada ketidakpastian mengenai penerapan kebijakan BBM oleh pemerintah. Menurut hitungan kami, tanpa kebijakan BBM, inflasi masih berpeluang dibukukan di bawah 5% tahun ini. Angka itu akan jadi lebih tinggi, tergantung pada kebijakan BBM yang ditempuh pemerintah.
 
Meski inflasi tahun ini berpeluang terjaga di kisaran sasaran 4%–6%, kenaikan suku bunga menurut kami tetap dibutuhkan di paruh kedua 2011, terutama untuk menggiring inflasi ke targetnya di 2012. Beberapa lembaga internasional memprediksi bahwa harga minyak masih akan tetap tinggi tahun depan. Dana Moneter Internasional (IMF), misalnya, memprediksi rata-rata harga minyak mentah sebesar US$ 108 per barel pada 2012. Belum lagi ada potensi kenaikan tarif listrik pada tahun mendatang, yang tentu saja akan menggiring inflasi ke atas. Tekanan inflasi dari sisi permintaan juga diduga tidak ringan, mengingat pertumbuhan ekonomi yang kuat dan penyerapan tenaga kerja yang makin baik. Dengan tekanan inflasi yang diperkirakan masih besar, target inflasi 2012 ditetapkan lebih rendah dari tahun ini, yakni 3,5%–5,5%. Karena ada lag waktu bagi kebijakan moneter untuk mempengaruhi tingkat harga, suku bunga dapat mulai dinaikkan pada akhir tahun ini untuk menjaga inflasi di 2012.
 
Selain sikap yang melunak mengenai inflasi, tidak ada lagi hal sangat penting yang dapat diperoleh dari pernyataan kebijakan moneter BI dan laporan kebijakan yang diterbitkan hampir bersamaan. Setelah tumbuh 6,5% YoY pada kuartal I 2011, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II ini diperkirakan masih cukup kuat. Pertumbuhan YoY produk domestik bruto, menurut prediksi bank sentral, akan mengarah ke batas atas kisaran proyeksi 6%–6,5%, ditopang oleh konsumsi, investasi, dan ekspor. Cadangan devisa pada akhir April mencapai US$ 113,8 miliar, setara 6,7 kali kebutuhan dana bulanan untuk membayar impor dan utang luar negeri pemerintah. Sementara, indikator perbankan masih kuat. Rasio kecukupan modal (CAR) melebihi 17% dan rasio kredit bermasalah (NPL) berada di bawah 5%. Pertumbuhan kredit mencapai 23,8% YoY pada bulan lalu.

RELATED NEWS

OTHER NEWS

copyright 2011 IPOTNEWS.com [Full Site]